Perkembangan sistem informasi manajemen telah menyebabkan terjadinya perubahan yang cukup signifikan dalam pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajemen baik pada tingkat operasional (pelaksana teknis) maupun pimpinan pada semua jenjang. Keakuratan data sudah menjadi sesuatu yang wajib yang harus ditunjang dengan kecepatan pemberian informasi. Manajer dituntut untuk selalu memperoleh informasi yang paling akurat dan terkini untuk pengambilan keputusan. Top manager mempunyai dashboard yang merupakan simpulan pekerjaan dari manager dibawahnya. Begitupun para manager mereka merupakan simpulan dari pekerjaan dibawahnya dan harus dapat menyimpulkan juga sebagai supply informasi pengambilan kebijakan top manager. Begitupun seterusnya hingga tingkatan paling dasar.
Sistem informasi memuat berbagai informasi penting mengenai orang, tempat, dan segala sesuatu yang ada di dalam atau di lingkungan sekitar organisasi. Kata informasi berasal dari kata bahasa Perancis kuno informacion (tahun 1387) mengambil istilah dari bahasa Latin yaitu informationem yang berarti “konsep, ide atau garis besar,”. Informasi ini merupakan kata benda dari informare yang berarti aktivitas Aktifitas dalam “pengetahuan yang dikomunikasikan”. Menurut George H. Bodnar (2000: 1) informasi adalah data yang diolah sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan yang tepat. Data sendiri merupakan fakta-fakta yang mewakili suatu keadaan, kondisi, atau peristiwa yang terjadi atau ada di dalam atau di lingkungan fisik organisasi. Data tidak dapat langsung digunakan karena data dapat menjadi informasi ketika telah ada pengolahan yang dapat dimengerti dan dimanfaatkan hasilnya untuk pengambilan keputusan.
Informasi harus dikelola dengan baik dan memadai agar memberikan manfaat yang maksimal. Penerapan sistem informasi dalam suatu organisasi untuk memberikan dukungan informasi yang dibutuhkan manajemen dan dapat digunakan oleh berbagai jenjang tingkatan manajemen. Sistem informasi mengandung tiga aktivitas dasar di dalamnya, yaitu: aktivitas masukan (input), pemrosesan (processing), dan keluaran (output). Input merupakan tahapan pengumpulan data baik yang didapat dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi. Pemrosesan merupakan tahapan pengolahan data menjadi informasi yang dibutuhkan. Keluaran merupakan aksi, kebijakan ataupun tindakan dari informasi yang didapatkan. Sehingga kualitas dari tindakan atau kebijakan yang diambil sangat dipengaruhi seperti apa informasi didapatkan.
Sistem informasi sering di identikan dengan computer based, karena dalam menjalankan sistem informasi, komputer menjadi alat yang sangat penting dalam mengolah data menjadi informasi. Harapan dari digunakannya komputer untuk menghasilkan informasi yang akurat, berkualitas dan tepat waktu. Sehingga pengambilan keputusan dapat lebih efektif dan efisien. Komputer alat yang dipercaya dapat mengolah data menjadi informasi pada realitasnya tidak mudah diterapkan dan mengalami berbagai hambatan. Mulai dari kekurangpahaman para pemakai tentang komputer, mahalnya perangkat komputer dan terlalu ambisinya para pengguna yang terlalu yakin dapat membangun sistem informasi secara lengkap sehingga dapat mendukung semua lapisan manajer.
Terdapat dua alasan utama mengapa terdapat perhatian yang besar terhadap manajemen informasi, yaitu meningkatnya kompleksitas kegiatan organisasi tata kelola pemerintahan dan meningkatnya kemampuan komputer. Selanjutnya, dengan tersedianya informasi yang berkualitas, tentunya juga mendorong manajer untuk meningkatkan kemampuan kompetitif (competitive advantage) organisasi yang dikelolanya. Pada instansi pemerintah meningkatnya anggaran akan otomatis meningkatkan jumlah kegiatan. Bayangkan jenis kegiatan yang semakin lama semakin kompleks bila tidak didukung dengan data yang baik sehingga tidak dapat menghasilkan informasi yang dapat menunjang output yang akan dicapai. Kemampuan teknologi yang semakin canggih Morton, Gorry, dan Keen dari Massachussets Institute of Technology (MIT) mengenalkan konsep baru yang diberi nama Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support Systems – DSS). DSS adalah sistem yang menghasilkan informasi yang ditujukan pada masalah tertentu yang harus dipecahkan atau keputusan yang harus dibuat oleh manajer.misalkan dengan membuat sistem aplikasi dashboard dari suatu satker yang berisikan biodata satker, renja, renstra, RKAKL, jaraknya dari pusat kota, kontak personilnya, analisis hasil audit sebelumnya, personil yang pernah melakukan audit disana, hingga siapa yang melakukan audit di masing-masing kegiatan, jenis temuan apa yang banyak terjadi seperti, menyalahi SBU, ketidak pahaman pengadaan barang dan jasa, pengadaan/kegiatan fiktif, kesalahan kebijakan pimpinan dll. informasi ini dapat digunakan oleh dalnis atau pengambil keputusan yang lain sebagai manajer yang dapat digunakan sebagai informasi untuk memetakan resiko/potensial errornya dari suatu satker, menentukan kekuatan tim yang akan di tugaskan sesuai dengan permasalahan yang ada hingga berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk audit di lokasi tersebut. Itu mungkin suatu contoh bagaimana data bila diolah dengan tepat ditunjang teknologi yang tepat dapat menghasilkan informasi yang baik dalam pengambilan keputusan.
Manajemen tidak dapat mengabaikan sistem informasi karena sistem informasi memainkan peran yang kritikal di dalam organisasi. Sistem informasi ini sangat mempengaruhi secara langsung bagaimana manajemen mengambil keputusan, membuat rencana, dan mengelola para pegawainya, serta meningkatkan sasaran kinerja yang hendak dicapai. Bagaimana menetapkan ukuran atau bobot setiap tujuan/kegiatan, menetapkan standar pelayanan minimum, dan bagaimana menetapkan standar dan prosedur pelayanan baku kepada masyarakat. Oleh karenanya, tanggung jawab terhadap sistem informasi tidak dapat didelegasikan begitu saja kepada sembarang pengambil keputusan. Pengembangan dan pengelolaan sistem ini membutuhkan keterlibatan banyak pihak di dalam organisasi, terutama penggunaa manfaat informasi tersebut. Sistem di kembangkan sesuai kebutuhan organisasi bukan sistem diciptakan terlebih dahulu kemudian organisasinya menggunakan. Saat ini kita mungkin sering salah dalam menterjemahkan penggunaan perangkat aplikasi. contoh penggunaan komputer di kasir minarket mereka menggunakan perangkat aplikasi/sistem yang digunakan menggukan komputer pentium II dan under DOS/tidak menggunakan graphic user interface (GUI) seperti windows. Karena komputer digunakan hanya untuk perhitungan sederhana dan beroperasi hanya di sistem aplikasi tersebut sehingga mereka tidak membutuhkan komputer canggih yang dilengkapi dengan GUI terbaru windows 8 misalkan yang dapat menjalankan banyak aplikasi office, dll. Kebutuhan dari pengguna sistem tersebut sangat penting dalam memperhitungkan penerapan perangkat sistem informasi.
Dalam rutinitas sehari-hari auditor di masing-masing wilayah melakukan pelaksanaan program audit dengan pendekatan balance scorecard. Dari hasil tersebut kita memberikan skor hasil kinerja dari suatu satker tersebut. Ketika pimpinan membutuhkan data BOS, tunggakan sertifikasi, dan dll. Seringkali kita bingung menyajikan dan melakukan audit khusus tentang kasus-kasus tersebut. Apakah hal ini tidak terakomdir dalam audit kinerja? Sebagian besar dalam hal pengambilan kegiatan audit disuatu satker kita telah mengambil kegiatan-kegiatan tersebut dalam audit. Lalu mengapa kita harus melakukan pendataan ulang? Hal ini dikarenakan kita tidak mempunyai standar dokumen dan sistem informasi data yang baik sehingga kita harus mengeluarkan biaya untuk pekerjaan yang sebenarnya telah kita lakukan.
Tahap awal dari pengembangan sistem umumnya dimulai dengan mendeskripsikan kebutuhan pengguna dari sisi pendekatan sistem rencana stratejik yang bersifat makro, diikuti dengan penjabaran rencana stratejik dan kebutuhan organisasi jangka menengah dan jangka panjang, lazimnya untuk periode 3 sampai 5 tahun. Masukan (input) utama yang dibutuhkan dalam tahap ini mencakup:
- Kebutuhan stratejik organisasi
- Aspek legal pendukung organisasi
- Masukan kebutuhan dari pengguna
Pengembangan kebutuhan stratejik dijabarkan visi dan misi dari pimpinan tertinggi yang telah dijabarkan dalam aktivitas organisasi. Penjabaran tersebut sering kita lihat dalam renja, renstra dan annual strategy (RKAKL). Penjabaran strategi tersebut telah dilengkapi dengan analisis tugas pokok dan fungsi dari masing-masing organisasi. Dari analisis yang dilakukan kita dapat mengetahui sumberdaya, infrastruktur, produk layanan/jasa dan kepuasaan pelanggan yang dilayani. Aspek legal pendukung organisasi bagaimana suatu sistem yang akan disiapkan dapat mendukung arus data dalam pengambilan keputusan. Sistem dibangun harus melibatkan pengguna dari sistem tersebut. Tidak bisa sistem dipaksanakan untuk digunakan oleh suatu pihak, karena bila itu dilaksanakan tanpa pemahaman tentang untuk apa sistem itu dibuat dan dapat meningkatkan output yang lebih baik atau sebagai instrumen kinerja yang dapat membantu tidak akan dapat di implementasikan dengan baik.
Telah terstrukturnya penerapan sistem informasi dapat meningkatan transparansi dan menutup celah-celah manipulasi yang dilakukan manual oleh seseorang dalam memanipulasi suatu laporan. Berdasarkan hasil survey Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi Republik Korea, atau yang biasa dikenal sebagai Korea Selatan, menduduki peringkat ke-45 di dunia dan ke-9 di Asia. Hal ini tak lepas dari komitmen pemerintah Korea Selatan untuk mewujudkan reformasi birokrasi melalui penerapan e-government. Penerapan teknologi informasi telah menjadi sarana yang tepat untuk meningkatkan efisiensi, kenyamanan, serta aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik. Tak hanya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, sistem informasi juga dapat digunakan untuk menutup celah-celah birokrasi yang sering disalahgunakan untuk tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme. Seperti halnya pengadaan barang dan jasa Menurut Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), proses pengadaan barang dan jasa rawan penyimpangan atau korupsi (kpk.go.id, 2010). Dari 28.000 kasus korupsi yang ditangani KPK, 80 persen di antaranya kasus pengadaan barang/jasa dan 90 persen di antaranya akibat penunjukkan langsung (PL). kompleksitas permasalahan yang cukup rumit dan sering terjadi dalam pengadaan barang dan jasa penyelesaiannya harus menggunakan infrastruktur teknologi yang baik. Sistem informasi dipercaya dapat menutup celah-celah penyimpangan yang terjadi dalam pengadaan barang dan jasa. Deputi Bidang Monitoring Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah), Himawan Adinegoro, mengungkapkan bahwa dominasi kasus tindak korupsi adalah kasus pengadaan barang dan jasa yang dilakukan secara manual dengan cara penunjukkan langsung (Tanjung, 2010). Dahulu pemilihan penyedia barang adalah penyedia siapa yang sering datang ke kantor menyetorkan imbalan atau janji-janji kepada pemberi pekerjaan yang mengakibatkan harga yang diberikan oleh penyedia tersebut lebih tinggi dari pasaran. Harga barang dengan sangat mudahnya dipermainkan. Saat ini harga barang telah dapat di lihat di e-catalogue yang ada di website LKPP, pengadaan barang/jasa dengan sistem lelang saat ini telah di wajibkan menggunakan e-procurement atau lelang online. Sistem informasi manajemen digunakan untuk memudahkan dalam bekerja dan meningkatkan transparansi untuk menekan penyelewengan.
Penerapan sistem informasi juga ada beberapa resiko kegagalan dalam penerapannya:
- Desain, informasi mungkin disediakan tidak secara cepat atau tersedia dalam format yang tidak memungkinkan bagi pengguna juga menampilkan data yang salah. Misalkan data dari informasi hasil audit suatu satker, data yang ditampilkan adalah data yang lama atau belum ter update dengan hasil tanggapan yang diberikan oleh satker atau saldo temuan terakhir. Teknologi dalam desain menu yang ditampilkan membingungkan sehingga menyulitkan pengguna dalam mengoperasikannya.
- Data, rekayasa data tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna sehingga penggunaannya masih membutuhkan pengolahan lagi atau proses tersendiri oleh pengguna data. Data yang ditampilkan belum dapat mendukung dalam pengambilan keputusan secara maksimal. Misalkan: Aplikasi yang dapat mendukung pengumpulan angka kredit (PAK), auditor telah mengetahui jadwal keberangkatan mereka dan rekap tugasnya, ini di dukung lagi oleh scanan dokumen surat tugas, dan laporan hasil audit. Hingga kegiatan-kegiatan yang diikuti oleh masing-masing individu di upload absensi kehadirannya sehingga dengan data tersebut dapat di mudahkan dalam menyusun angka kredit.
- Biaya, seringkali pengimplementasian dan pengoperasian teknologi informasi memerlukan biaya diatas anggaran. Hal ini harus diperhitungkan atas benefit dari penerapan teknologi tersebut. Agar dapat mengukur biaya yang dikeluarkan tidak lebih besar dari manfaat yang didapatkan.
- Operasi, Sistem tidak akan berjalan dengan baik jika informasi tidak disediakan secara tepat waktu dan efisien karena operasi komputer yang mengendalikan pemrosesan informasi tidak berjalan semestinya. Pekerjaan-pekerjaan yang gagal sering mengakibatkan pengulangan-pengulangan atau penundaan-penundaan dan tidak dapat memenuhi jadwal penyampaian informasi.
Penerapan sistem informasi sangat penting di era kecepatan dan transparansi tetapi penerapannya harus di perhitungkan dengan baik. Penerapan dengan asal-asalan hanya akan terlihat seolah-olah menggunakan teknologi informasi tetapi tidak mendukung pencapaian output kegiatan. Biaya dikeluarkan cukup banyak tetapi dengan tidak memperhatikan kebutuhan pengguna dan dilakukan satu arah tidak akan menghasilkan apa-apa. Oleh karena itu target pencapaian harus dibuat dengan baik, teknologi hanya sebagai tools pembantu untuk mencapainya. Teknologi bukan sebagai pekerjaan tambahan tetapi menyederhanakan pekerjaan yang sudah ada menjadi lebih efektif, efisien, dan ekonomis.
Mudah-mudahan pengambil kebijakan penerapan sistem informasi dapat bijak melaksanakannya. Diperhatikan dari sisi SDM, teknologi dan desaignnya. Kita harus tahu betul kebutuhan kita seperti apa, dan user penggunanya dapat memahami dengan baik pada kebijakan yang diambil.